Dalam salah satu rapat pengurus masjid, aku diundang oleh beberapa pengurus masjid tersebut untuk membantu menjalankan salah satu aktivitas masjid yang lama vakum dan tidak bisa berjalan dengan baik, saat itu aku diundang untuk membahas TPA/TPQ karena kebetulan aku saat itu sedang bergelut dengan urusan perbaikan system TPA/TPQ. Karena acara tersebut punya motivasi yang baik dan untuk kepentingan ummat, khususnya generasi Islam masa depan, akupun menyanggupi untuk hadir dan sekedar menyampaikan gagasan dan ide tentang perbaikan sistem TPA/TPQ.
Singkat cerita, pertemuan pun dilangsungkan, saat itu acara dibuka oleh Ta’mir masjid setempat. Diawal muqoddimahnnya secara mengejutkan (entah punya maksud apa, yang jelas dia mengutarakan seakan-akan ditujukan padaku). Ta’mir masjid tersebut menyatakan dengan sangat tegasnya bahwa masjid ini sudah diwakafkan pada salah satu lembaga atau ormas (yang kebetulan ormas atau lembaga tersebut adalah lembaga atau ormas dimana Ta’mir Masjid tersebut hinggap selama ini). Bahkan diapun menambahkan dengan pernyataannya “kalau tidak percaya silahkan datang dan buktikan sendiri, bahwa masjid ini telah benar-benar diwakafkan pada lembaga atau ormas tersebut”. Kemudian dalam pernyataan yang lain, beliau menambahkan bahwa setiap kegiatan yang diadakan dimasjid harus mengatasnamakan lembaga atau ormas tersebut, bahkan TPA/TPQ pun yang notabene untuk anak-anak harus diarahkan sesuai dengan Visi & Misi lembaga atau ormas dimana masjid itu diwakafkan.
Setelah pertemuan itu, aku terus berpikir “Sebenarnya masjid ini miliki siapa ya …kok langsung menyatakan demikian ? Miliki ummat, miliki pribadi atau miliki lembaga atau ormas yang dijadikan tempat untuk mendapatkan legalitas wakaf. Maka dari sinilah tema ini diangkat, kira-kira masih adakah masjid saat ini yang benar-benar miliki ummat ?
Kalau boleh membuat kreteria macam masjid berdasarkan kepemilikannya, maka masjid bisa dikatagorikan :
1. Masjid milik pribadi/perorangan atau keluarga
Masjid yang seluruh modal pembangunan masjid dibiayai oleh individu atau keluarga, baik dari tanahnya yang tidak atau belum diwakafkan, sampai pada bangunan dan seluruh isinya. Dan biasanya seluruh biaya operasional masjid ditanggung individu atau keluarga tersebut (tidak menggalang dana ummat atau masyarakat sekitar). Tentu masjid seperti ini otoritas dan kebijakan ada ditangan pemilik masjid, kalaupun ada yang mau menggunakan masjid memang sebaiknya ijin pada pemilik masjid, bisa memakai masjid atau tidak (selain untuk jama’ah sendiri dan keluarga, biasanya juga melibatkan para tetangga untuk jama’ah)
2. Masjid milik lembaga atau ormas
Masjid yang seluruh biayanya pembangunan ditanggung oleh ormas atau lembaga tersebut, dan tidak membebani dana dari masyarakat setempat, bahkan masyarakat hanya diserahi untuk memelihara dan merawat masjid tersebut dengan baik, setelah masjid selesai dibangun dan siap digunakan. Hal ini sering dipraktekkan oleh lembaga penyandang dana dari timur tengah, lembaga tersebut hanya meminta syarat bahwa tanah tersebut sudah diwakafkan dan seluruh pembangunan bahkan sampai isinya masjid pun ditanggung oleh lembaga tadi. (bahkan lembaga tersebut tidak mau membebani masyarakat sekitar dengan penggalangan dana untuk membangun masjid) . Jadi bisa dikatakan lembaga ini komitmen betul dari awalnya, maka wajar jika dia punya otoritas untuk menciptakan sistemmnya dan sebaiknya memang masyarakat yang akan memanfaatkan masjid tersebut, seyogyannyalah ijin dengan lembaga tersebut atau orang perwakilan lembaga tersebut yang ada dimasjid. Dan setiap kelompok atau organisasi Islam sebaiknya menghormati setiap kebijakan dan program yang telah disusun dalam masjid tersebut.
3. Masjid milik ummat
Masjid yang sebagian besar dibiaya dari dana masyarakat, bahkan masyarakat ikut membantu terwujudnya bangunan masjid, baik dengan tenaga, biaya, keringat dan masih banyak lagi sumbangan lainnya. Biasanya tanahnya pun dari wakaf masyarakat secara umum, setelah bangunan jadi akan diteruskan dengan legalitas wakafnya pada lembaga atau ormas untuk memberi serifikat wakaf. Setelah bangunan masjid jadi dan bisa digunakan untuk sholat dan sertifikatnya pun telah jelas, maka status masjid ini pun seharusnya tetap masjid milik ummat dan bukan masjid milik ormas atau lembaga yang memberikan legalitas wakaf ? Sehingga setiap kebijakan ataupun lainnya harus menampung setiap kelompok atau organisasi Islam lainnya (selama organisasi atau kelompok Islam tersebut tidak sesat).
Tetapi kenyataannya tidak demikian dilapangan, banyak masjid yang semula merupakan swadaya masyarakat (masjid miliki ummat) akhirnya setelah diwakafkan berubah menjadi miliki ormas atau lembaga yang dijadikan tempat untuk mendapatkan legalitas wakaf. (perubahan ini sangat dimungkinkan karena oknum atau individu yang tidak memahami Visi dan Misi ormas atau lembaga tersebut dan biasanya lembaga atau ormas tidak kaku dalam melihat masyarakat) Dan tak jarang kebijakan yang kaku pun ikut bermain (karena merasa telah diamanahi yang memberikan wakaf), sehingga setiap kelompok atau organisasi Islam manapun tidak boleh memanfaatkan masjid tersebut. Kalau ada yang ingin memanfaatkan harus mengatasnamakan individu bukan kelompok atau organisasi, tetapi dilain pihak ketika yang ormas atau lembaga (yang diamanahi wakaf) tersebut memiliki hajat, maka boleh memanfaatkan masjid semaunnya.
Bahkan dibeberapa tempat, karena khawatir kepentingannya dimasjid tersebut tergusur, tak jarang ada pengurus masjid yang bertindak otoriter bagaikan seorang raja yang sedang berkuasa. Kalau ada yang mempermasalahkan tentang status masjid tersebut, dirinya berargumen bahwa masjid ini telah diwakafkan kepada dirinya.
Di masjid milik ummat seharusnya setiap kelompok atau organisasi Islam bisa dan punya hak untuk memanfaatkan tempat tersebut, karena pada awalnya masjid diusahakan dan bangun dengan menggunakan dana ummat dan usaha ummat, tentunya selama tidak berbenturan waktunya dengan acara masjid lainnya.
Maka jangan heran arogansi untuk mempertahankan kepentingan nampak nyata, sehingga di lapangan banyak kita jumpai Ta’mir yang tidak atau enggan memberikan ijin tempat jika ada kelompok atau ornganisasi Islam mau memanfaatkan masjid, dan tak jarang pula yang ketika berbeda pendapat langsung disuruh turun dari mimbar dan masih banyak lainnya.
Kesimpulannya :
Seharusnya masjid milik ummat tetap dipertahankan sebagai milik ummat, sedangkan proses wakaf memang diperlukan sebagai upaya untuk memiliki hukum yang jelas bahwa tanah tersebut milik ummat, tapi bukan berarti bahwa orang atau lembaga yang diamanahi wakaf bisa bertindak semaunnya dengan alasan bahwa dirinya yang punya hak. Serta melarang atau mempersulit masyarakat /ummat lain yang barangkali punya paham atau lembaga yang berbeda untuk memanfaatkan masjid
Tetapi disisi lain masjid tersebut juga harus punya suara masjid (suara dari ormas atau lembaga dimana masjid tersebut diwakafkan) yang harus dihormati oleh seluruh jama’ah, misalkan menentukan kapan hari raya, maka suara masjid adalah suara bersama, walaupun ada organisasi atau lembaga bahkan individu yang selama ini memanfaatkan masjid tersebut berbeda pendapat atau tidak sejalan.Dan bukan trus masing-masing mengumumkan pendapatnya sendiri-sendiri dimasjid atau dimimbar masjid.Inilah sebagian wajah masjid kita saat ini ……apakah dimasjid anda adalah masjid milik ummat …? abu muttatiar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar